Tanggal/Date : 8-18 Desember 2016

Waktu/Time : 11:00 – 21:00

Tempat/Venue : Mal Grand Indonesia, West Mall, Lantai 5, Exhibition Hall 

*Free Admission

 

Organisasi kemanusiaan Dokter Lintas Batas (Médecins Sans Frontières/MSF) mengundang Anda memasuki sebuah perjalanan visual tentang kenyataan yang dialami oleh pasien, pekerja medis, dan masyarakat di berbagai belahan dunia.

Pameran foto ini menampilkan sisi kemanusiaan di balik wabah penyakit seperti Ebola, kesehatan perempuan di  wilayah miskin, dan krisis pengungsi terbesar di dunia saat ini. Tema “No Borders” dipilih untuk mengangkat semangat kemanusiaan yang tidak memandang ras, agama, maupun politik. Pameran ini juga menyuarakan betapa pentingnya melindungi keselamatan para pekerja kemanusiaan dan rumah sakit di tengah-tengah konflik. Staf lapangan MSF dari Indonesia akan turut hadir dalam rangkaian acara ini. 

 

MSF invites you to a visual and stimulating journey offering a glimpse of realities faced by our patients, health workers and people in different parts of the world.

Three themes in powerful photos capture human suffering and the power of humanity amidst epidemics like Ebola, women’s health in impoverished areas, and the world’s worst refugee crisis that continues to unfold. The exhibition also highlights the call to protect hospitals and humanitarian workers in time of conflict and personally engage with MSF Indonesian field workers.

 

 

 

Film 1 :

 

Friday, 9 December, 7 PM

Saturday, 17 December 7.30 PM

 

Sutradara/Director : Mark Hopkins

Bahasa/Language : Inggris dengan teks Bahasa Indonesia/English with Indonesian subtitle

Durasi/Duration : 90 menit/90 minutes

 

Tentang Film : Direkam di zona perang Liberia dan Republik Demokratis Kongo dengan akses ke operasi lapangan MSF yang belum pernah ada sebelumnya, “Living in Emergency” bercerita tentang empat dokter sukarelawan yang berjuang untuk memberikan perawatan medis darurat dalam kondisi-kondisi ekstrem.

 

About the film: Filmed in the war-zones of Liberia and the Democratic Republic of Congo with unprecedented access to the field operations of MSF, “Living in Emergency” follows four volunteer doctors as they struggle to provide emergency medical care under extreme conditions. 

 

 

Saturday, 10 December 11 AM

Sunday, 18 December 11 AM

 

Sutradara/Director: Dylan Mohan Gray 

Bahasa/Language : Inggris dengan teks Bahasa Indonesia/English with Indonesian subtitle

 

Durasi/Duration : 87 menit/87 menit

 

Mengangkat kisah berliku tentang ‘obat, monopoli, dan kebencian’, film ini bercerita tentang bagaimana perusahaan-perusahaan farmasi dan pemerintah Barat yang secara agresif memblokir akses obat-obat AIDS murah untuk negara-negara Afrika dan global south selama bertahun-tahun setelah tahun 1996 – menyebabkan kematian 10 juta orang atau lebih – dan perlawanan dari sekelompok orang.

 

An intricate tale of 'medicine, monopoly and malice', this film tells the story of how Western pharmaceutical companies and governments aggressively blocked access to low-cost AIDS drugs for the countries of Africa and the global south in the years after 1996 - causing ten million or more unnecessary deaths -  and the improbable group of people who decided to fight back.

 

Saturday, 10 December 7.30 PM

Friday, 16 December 2016 7 PM

 

 

Sutradara : Wim Wenders, Mariano Barroso, Isabel Coixet, Javier Corcuera, Fernando León de  

 Aranoa

Bahasa : Swahili, Spanyol, Inggris dengan teks Bahasa Indonesia

Durasi : 95 menit

 

Javier Bardem, seorang aktor pemenang Academy award, mempertemukan lima pembuat film berpengaruh untuk menggarap film yang terdiri dari lima bagian ini. Menyoroti krisis kemanusiaan yang sering diabaikan, Wim Wenders, seorang sutradara terkenal, menguliti masalah kekerasan seksual yang semakin merebak dan bagaimana hal tersebut berdampak pada korban di Republik Demokratik Kongo.

 

Academy-award winning actor, Javier Bardem, brought together five influential filmmakers to make a five-part film to highlight neglected humanitarian crises. Acclaimed director Wim Wenders looks into the wide-spread problem of sexual violence and how it is affecting victims in the Democratic Republic of Congo.